Dinara part 3
Suara gemiricik air membangunkanku setelah sesaat tidur terlelap karena
serangan nyamuk menuju pagi sedikit mereda. Kemudian terdengar suara adzan
subuh dari pengeras suara di masjid sekitar saling bersahutan. Beberapa orang
sedang berwudhu di tempat bersuci dekat mushola, mungkin mereka sedang dalam
perjalanan yang jauh sehingga mampir shalat di mushola pom bensin. Aku segera
bangkit dari peristirahatanku yang sangat singkat ini, meski badanku masih
lelah dan lemas, aku harus tahu diri. Aku sedikit gontai berjalan ke kamar
mandi untuk cuci muka. Lalu berbenah untuk keluar dari area pom bensin setelah
sebelumnya mengucapkan terimakasih ke penjaga toilet. Aku tidak solat, bahkan
tidak pernah solat selama aku hidup. Ada keinginan untuk solat, namun rasanya
enggan, seperti ada batu-batu berat di
tubuhku bila membayangkan diriku akan solat. Tapi yang pasti aku seorang
muslim, karena ibuku di KTP nya beragama islam, kalau ayah biologisku?? Aku belum
tau :/
Matahari perlahan
bergerak dari peraduan nya, memancarkan sinar oranye redup di awan biru yang
jernih, masih tersisa sedikit bayang-bayang gelap sisa malam berkuasa. Ku lihat
tukang kopi panggul sudah siap berjualan dengan termosnya yang mengeluarkan uap
panas. Begitu terlihat jelas meski kabut ada sedikit rendah, aku menyebrangi
jalan dari pom bensin menuju terminal menuju tukang kopi panggul.
“kopi
indocafe di seduh berapa mang”
“3,000”
“yaudah 1 ya
mang”
Tak lama
tersedia kopi indocafe yang di seduh dengan air panas di buat dalam gelas
plastik ukuran 220 ml, gelas sedikit menciut karena air panas tersebut. Aku duduk
nongkrong di sebelah penjual kopi, tepat di atas saluran air dekat pintu keluar
area terminal.
“mang jualan
dari jam berapa??” tanyaku membuka obrolan.
“dari jam 11
malem, ini neng apa aa ya, saya keder..” jawab mamang kopi senyum-senyum.
“apa aja deh
mang,bebas..”jawabku terkekeh sambil mencoba menyeruput kopi yang masih juga
panas.
“mang, saya
butuh pekerjaan, mamang tau gak ada lowongan pekerjaan sekitar sini, apa saja
mang, kuli angkut boleh, kuli cuci gosok boleh, tukang cuci piring boleh,
terserah apa aja..” ujarku bertanya ke mamang kopi.
“loh memang
kamu darimana? Ini pertama kali saya liat kamu di terminal ini..”
“saya dari
kampung kebon jati mang, lagi coba-coba rantau, sekarang udah mau kehabisan
uang..” jawabku bohong.
“ooh gitu,
yaudah bantu mamang aja bikinin kopi, nanti rada terang biasanya rame yang beli
kopi, tapi mamang gak bisa kasih banyak-banyak ya..”
“beneran nih
mang??” aku kegirangan, hampir saja ku peluk si mamang sebagai ucapan
terimakasih.
“iya
beneran, asal kerja nya yang jujur ya, kejujuran adalah mata uang berharga
dimanapun kamu berada..” ucap mamang
bijak.
Pertama kalinya dalam hidupku, aku di ajarkan dharma baik dalam
hidup, seperti majalah loak yang terakhir ku baca sebelum pelarian, tertulis
bahwa kita kalah kalau kita menyerah, sepahit apapun keadaanmu tetaplah
melangkah. Karena tuhan selalu punya cara tersendiri untuk memberikan yang
terbaik bagi umatnya yang berdoa dan berusaha. Hari ini rezeki ada dua. Pertama
mendapat pekerjaan, kedua mendapat petuah baik dari orang yang baru saja ku
kenal. Terimakasih ya Allah.
Cahaya subuh
perlahan berganti fajar, matahari pelan-pelan mulai terasa hangat, supir-supir
angkutan umum terlihat menguap-nguap dengan wajah lelah dan berminyak karena
terus bertahan mencari penumpang untuk kejar setoran. Setidaknya itu yang ku
dengar sekilas dari obrolan mereka saat memesan kopi. Dan pertama kali aku
bekerja bantu mamang, aku pun tau nama mamang adalah mang olih. Semakin mentari
perlahan naik ke arah terbit, terminal pun makin ramai, yang berseragam
sekolah, pekerja kantoran, pekerja buruh, tukang gorengan, tukang air mineral,
ibu-ibu menggendong bayi yang di hari selanjutnya kuketahui berganti kostum di
balik bangunan rusak untuk kemudian menjadi pengemis dari satu bus ke bus yang
lain.
Lalu ku
lihat mbu mur kepayahan mengangkut belanjaan dari pasar sebanyak dua kantong
plastik hitam besar yang ukuran nya melebihi tubuhnya sendiri. Ingin ku bantu
bu mur, tapi aku tak enak sama mang olih, selain itu aku takut di kira modus
sama bu mur. Jadi ke perhatikan saja bu mur lewat sedikit terengah-engah
kehabisan nafas.